Suami Menganggur| Tempramental dan Sering Marah-Marah... Ini sikap yang harus kamu lakukan - Dapur Kita
Assalamu’alaikum , Teh saya mau bertanya , akhir-akhir ini saya sering mendapati suami agak temperamen dengan situasi rumah tangga. Pertama , masalah kerja serabutan suami , yang ujungnya kedatangan tamu siapa pun terlihat keberatan. Terus saya pribadi cenderung agak sulit untuk mengontrol perasaan ketika suami telat pulang. Syukur kalau dia cari kerja , tapi takutnya malah yang lain-lain. Jujur dengan keadaan seperti ini saya sudah lelah.
Apa yang harus dilakukan ketika melihat suami menganggur dan terlihat diam saja. Apakah baik jika saya minta cerai saja?
Apa yang harus dilakukan ketika suami agak ragu atau terlihat kurang setuju ketika orangtua ingin tinggal serumah?
Bagaimana menjaga perasaan agar terhindar dari prasangka buruk terhadap suami , misal takut selingkuh atau menikah lagi?
Jawab:
Kehidupan berumah tangga tak selamanya berjalan lancar , mulus seindah yang dipikirkan atau seperti melihat sinetron. Banyak lika-liku yang harus dihadapi dan disikapi dengan benar , dan semua itu butuh ilmu dan kesabaran.
Suami dan istri , masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang harus dijalani. Utamanya masing-masing idealnya memiliki kesadaran untuk menunaikan kewajibannya secara maksimal sebelum menuntut haknya.
Adakalanya rumah tangga diuji pula dengan uzurnya salah satu pihak dari melaksanakan kewajibannya , contoh suami tidak bekerja karena belum mendapatkannya atau karena PHK. Tentu saja kondisi ini harus disikapi dengan bijak oleh istri yang mendampinginya. Membuka komunikasi yang aman dan lancar merupakan salah satu cara mengatasi situasi seperti ini. Istri mau memahami , dan suami juga bisa termotivasi dengan dorongan istri untuk tidak menyerah mencari nafkah , dari aktivitas kerja apa pun selama halal dan diberkahi-Nya.
Jika istri tidak bisa memahami situasi seperti ini , suami akan semakin tertekan dan rendah diri karena tidak bisa melaksanakan kewajibannya , yang akhirnya membuat suasana rumah tangga tidak nyaman dan merembet ke hal-hal yang lainnya. Seperti yang dipaparkan pertanyaan di atas , contohnya keberatan kedatangan tamu.
Meminta cerai pada saat suami menganggur , dan bila tidak ada alasan yang dibenarkan secara syariah , tentu saja bukan sebuah keputusan yang bijak. Sebaiknya coba dikomunikasikan dan cari jalan keluar bersama. Tak ada salahnya pula selain semua pihak wajib bersabar , istri bisa juga bantu dengan mencari nafkah tambahan semampunya tanpa mengecilkan peran suami.
Terus motivasi suami untuk bergerak dan mau menerima apa pun yang diberi suami. Sementara waktu , tahan dari menuntut hal-hal yang sifatnya tidak penting dan di luar kemampuan suami. Bersikap qanaah , mensyukuri yang ada , menjadi solusi yang tepat.
Bila melihat paparan masalah yang ditanyakan di atas , tentu saja bisa ditebak alasan suami agak kurang setuju orangtua ikut tinggal serumah. Boleh jadi karena suami merasa khawatir tidak mampu mencukupi untuk membiayai mereka , karena sedang kondisi menganggur. Suami mungkin juga merasa khawatir dan malu terhadap orangtua karena tidak bisa membahagiakan mereka. Baiknya komunikasikan dulu dengan suami maupun orangtua , supaya tidak ada salah paham. Orangtua yang bijak pasti bisa memahami kondisi rumah tangga yang sedang dijalani oleh anaknya. Syukur alhamdulillah jika ternyata orangtua dapat memberi jalan keluar untuk suami yang belum bekerja jika dikomunikasikan dengan terbuka.
Kekhawatiran pasangan berbuat yang kurang baik adalah suatu hal yang wajar. Tapi menjadi tidak wajar bila berlebihan dan tak berdasar. “Hai orang-orang yang beriman , jauhilah kebanyakan berprasangka , karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain.” (QS. al-Hujurat [49]: 12)
Dalam hadis Rasulullah saw bersabda , “Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk , karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain , saling memata-matai , saling mendengki , saling membelakangi , dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari Muslim)
Jadi , jelas sekali larangan Allah untuk berprasangka buruk terhadap orang lain , apalagi terhadap pasangan. Cobalah untuk memberi kepercayaan pada suami , layaknya seperti diri sendiri pun bahagia jika dipercaya. Caranya kembali kepada lancarnya komunikasi di antara pasangan. Tunaikan dengan tulus semua kewajiban sebagai istri karena Allah. Selain itu bisa juga dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang lebih bermanfaat daripada menduga-duga. Serahkan semua pengawasan kepada Allah SWT lewat doa-doa yang dipanjatkan , berserah diri kepada-Nya. Banyak berzikir menyebut dan memaknai asma-Nya , suami dalam genggaman Allah , dan hanya Allah yang mampu menjaga-Nya. Wallahu ‘alam